Konsep metaverse telah melampaui dunia gaming, memicu demam di sektor real estat virtual di Asia. Perusahaan-perusahaan properti tradisional dan startup kini aktif membeli, menjual, dan mengembangkan tanah serta properti virtual di berbagai platform metaverse.
Investasi pada real estat virtual didorong oleh keyakinan bahwa metaverse akan menjadi ruang komersial dan sosial utama di masa depan. Perusahaan Asia membangun toko virtual, kantor, dan bahkan ruang acara di metaverse untuk berinteraksi dengan konsumen dan karyawan yang berbasis digital.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan hukum yang kompleks mengenai hak kepemilikan digital, pajak atas aset virtual, dan validitas kontrak di dalam metaverse. Regulator di Asia harus bertindak cepat untuk menciptakan kerangka hukum yang relevan.
Meskipun potensi spekulatifnya tinggi, nilai jangka panjang real estat virtual akan bergantung pada seberapa banyak pengguna yang benar-benar berinteraksi di ruang metaverse tersebut. Saat ini, pasar masih didorong oleh spekulasi awal.
Perusahaan real estat Asia mulai berinvestasi dalam jual beli tanah virtual di metaverse didorong oleh keyakinan bahwa ini adalah ruang komersial masa depan, namun hal ini memunculkan tantangan hukum mengenai kepemilikan digital dan pajak.

