Setelah UU PDP Disahkan: Seberapa Siap Korporasi dan Publik Menjaga Data Pribadi?

Setelah UU PDP Disahkan: Seberapa Siap Korporasi dan Publik Menjaga Data Pribadi?

Pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) menjadi tonggak sejarah bagi privasi digital di Indonesia. Untuk pertama kalinya, negara memiliki payung hukum yang kuat untuk mengatur bagaimana data warga negara dikumpulkan, diproses, dan dilindungi oleh pengendali data, baik swasta maupun pemerintah.

UU ini memberikan hak baru kepada individu, seperti hak untuk mengetahui data apa yang disimpan, hak untuk memperbaiki data yang salah, dan ‘hak untuk dilupakan’ (right to be forgotten). Di sisi lain, UU ini memberikan kewajiban berat bagi korporasi dan lembaga untuk menerapkan sistem keamanan yang mumpuni dan melaporkan kebocoran data.

Namun, UU hanyalah teks di atas kertas. Tantangan sebenarnya terletak pada implementasi dan pengawasan. Banyak perusahaan, terutama skala kecil dan menengah, mungkin belum memiliki sumber daya atau kesadaran untuk mematuhi standar baru yang kompleks ini. Mereka kini menghadapi risiko denda administratif yang sangat besar jika terjadi kelalaian.

Bagi publik, tantangannya adalah literasi digital. Masyarakat perlu diedukasi tentang hak-hak baru mereka agar bisa menuntut pertanggungjawaban. Selama ini, banyak orang terlalu mudah memberikan data pribadi untuk mendapatkan diskon atau layanan gratis tanpa memahami risikonya.

Masa transisi ini akan menjadi ujian. Diperlukan lembaga pengawas yang independen dan kuat untuk menegakkan aturan tanpa pandang bulu. UU PDP adalah langkah awal yang krusial, tetapi perjuangan untuk menciptakan budaya “sadar privasi” di Indonesia baru saja dimulai.